Sesak, Desak, dan Isak Bersambut Dekap

xeberoz

--

dari jikook lokal au not for sale di twitter oleh xeberoz

Lapangan tempat turnamen diselenggarakan bukanlah gedung dengan kursi penonton yang teratur. Karena berada di pelosok kabupaten, arena ini hanya berupa tanah lapang yang disulap menjadi tempat bertanding. Di sekeliling lapangan ditanam bambu-bambu tinggi, lantas jaring dipasang memagarinya. Tujuannya agar bola tidak keluar atau mengenai penonton — meski saat pemanasan tadi nyatanya bola yang dismash Abizar melambung tinggi melewati pagar jaring itu; membuat para penonton bersorak heboh.

Dan kendati harus berdesak-desakan begini, Devan tetap senang dapat melihat adiknya bertanding. Namun, ada yang mengganggu pikirannya sedari tadi: Vanendra Sanny. Pemuda itu tampak gelisah entah karena apa. Sesekali dia akan mengecek ponsel dengan mata berkaca — tentu hal itu tidak lepas dari perhatiannya.

“Vanen, ada masalah?” tanya Devan kemudian.

Yang dipanggil dengan cepat menoleh. Buru-buru menggeleng dan memaksakan senyum tipis.

“Nggak apa-apa, Mas.”

“Nggak apa-apa kok kamu diem aja dari tadi?”

“Ah, itu gara-gara gue terlalu serius merhatiin pertandingannya. Keren banget Abizar ya, Mas.” Dalam hati, Vanen merapal semoga kakak dari temannya ini mempercayai ucapannya. Dia tidak ingin membawa-bawa Mas Devan ke masalah sepele ini. Vanen yakin bisa mengatasinya sendiri.

“Gitu ya. Vanen tahu nggak ini set ke berapa?”

E-eh!

Vanen mengerjap. Sedari tadi dia tidak menyimak pertandingan hingga lupa sekarang set berapa. Yang jelas, Abizar tampak sangat garang di lapangan dan dia menduga hal itu terjadi karena pemuda itu marah melihat postingannya. Iya, Abizar pasti melihatnya sebelum masuk ke lapangan.

Belum juga sempat menjawab, tangannya telah diamit oleh milik Devan. Dia diajak menjauh dari kerumunan, berdiri lumayan jauh untuk menghindari kebisingan. Seharusnya Vanen merasa takut, tetapi genggaman tangan Devan terasa hangat. Seolah singgungan epidermis mereka secara magis mampu memersuasinya menjadi lebih tenang.

“Aku tanya lagi, kamu nggak apa-apa? Kenapa kok dari tadi gelisah gitu? Ada masalah?”

Vanen menunduk. Tidak berani beradu tatap dengan yang lebih tua. Komentar-komentar tak mengenakkan yang tadi sempat dibacanya kembali bermunculan di ingatan. Curang sekali mengundang genangan di pelupuk.

“Masih soal yang tadi?”

“Mas, gue minta maaf. Gu, gue …, Abi, dia pasti marah. Orang-orang bilang itu …, itu gara-gara gue. Maaf.”

Devan bisa merasakan sesuatu yang berat hinggap di dadanya. Sebuah beban rasa sakit hanya dengan mendengar Vanen bicara tersendat-sendat. Lantas sesakit apa yang dirasakan pemuda itu jika dirinya saja merasa begini?

“Fotonya udah gue hapus. Gue minta maa-”

Sekali lagi. Devan sekali lagi memeluknya. Kali ini ditambah dengan usapan lembut di punggung. Wajah Vanen tenggelam dalam bahu pemuda itu. Yang lebih tua lantas berbisik lembut di telinganya.

“Udah ya, kamu nggak perlu minta maaf. Abizar bukan marah sama kamu. Muka dia kalo di lapangan emang galak gitu biar lawannya takut.”

“Tapi tweetnya tadi, itu, kayak marah.”

“Bukan. Kalau pun marah, pasti bukan gara-gara kamu kasih semangat. Vanen nggak tau ya seseneng apa Abizar waktu tahu Vanen ikut nonton buat dukung dia?”

“Emang iya?” cicit Vanen ragu.

“Iya, makanya Vanen jangan khawatir ya? Jangan sedih gitu. Mendingan sekarang kita fokus buat dukung Abizar. Dia pasti bingung kalo nggak lihat kita di bangku penonton.”

Ucapan Devan terdengar masuk akal. Vanen kemari memang untuk mendukung Abizar. Mana mungkin dia marah hanya karena dia memberi semangat?

Devan melonggarkan pelukan. Segera menghapus jejak basah yang menyisa di pipi yang lebih muda. Vanen dibuat terdiam beberapa sekon saat jemari itu bersinggungan dengan roman wajahnya. Devan menatapnya dengan tatapan begitu tulus seolah Vanen memang seberharga itu.

“Vanen udah ngerasa baikan?”

Vanen hanya mengangguk, tetapi anggukan itu cukup untuk mengundang senyum lega milik Devan. Rasa sesak itu kini berkurang.

“Kalau gitu, kita balik ke sana, ya? Kita semangatin Abizar biar di set yang keempat ini timnya menang.”

--

--

No responses yet

Write a response